Thursday, December 1, 2011

Filosofi gunungan dalam wayang

Dalam setiap pergelaran wayang baik wayang golek maupun wayang kulit selalu ditampilkan gunungan. Disebut gunungan karena bentuknya seperti gunung yang berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan ini dan disebut juga kayon.

Gunungan bagian muka menyajikan lukisan bumi, gapura dengan dua raksasa, halilintar, hawa atau udara, dan yang asli ada gambar pria dan wanita. Tempat kunci atau umpak gapura bergambarkan bunga teratai, sedang diatas gapura digambarkan pepohonan yang banyak cabangnya dengan dedaunan dan buah- buahan. Di kanan-kiri pepohonan terlihat gambar harimau, banteng, kera, burung merak, dan burung lainnya. Di tengah-tengah pepohonan terdapat gambar makara atau banaspati ( wajah raksasa dari depan).

Di balik gunungan terlihat sunggingan yang menggambarkan api sedang menyala. Ini merupakan sengkalan yang berbunyi geni dadi sucining jagad yang mempunyai arti 3441 dibalik menjadi 1443 tahun Saka. Gunungan tersebut diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1443 Saka.

Fungsi dari gunungan ada 3 yakni:
1. Dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan, seperti halnya layar yang dibuka dan ditutup pada pentas sandiwara.
2. Sebagai tanda untuk pergantian jejeran (adegan/babak).
3. Digunakan untuk menggambarkan pohon, angin, samudera, gunung, guruh, halilintar, membantu menciptakan efek tertentu (menghilang/berubah bentuk).

Kata kayon melambangkan semua kehidupan yang terdapat di dalam jagad raya
yang mengalami tiga tingkatan yakni:
1. Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan, yang orang mengartikan pohon Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.
2. Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini menggambarkan hewan- hewan yang terdapat di tanah Jawa.
3. Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sekarang hanya dalam prolog dalang saja.

Makara yang terdapat dalam pohon Kalpataru dalam gunungan tersebut berarti Brahma mula, yang bermakna bahwa benih hidup dari Brahma. Lukisan bunga teratai yang terdapat pada umpak (pondasi tiang) gapura, mempunyai arti wadah (tempat) kehidupan dari Sang hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup.

Berkumpulnya Brahma mula dengan Padma mula kemudian menjadi satu dengan empat unsur, yaitu sarinya api yang dilukiskan sebagai halilintar, sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah di bawah gapura, dan sarinya air yang digambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan air berombak.

Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang, menurut kepercayaan hindu, secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya. Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni: Banu (sinar-udara-sethan), Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).

Dari kelima zat tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang terdiri dari Bani, Banyu, Bayu, dan Bantala, sedang Banu merupakan zat makanan utamanya.

Makna kayon adalah hidup yang melalui mati, atau hidup di alam fana. Kayon dapat pula diartikan pohon hidup atau pohon budhi tempat Sang Budha bertapa. Kayon dapat disamakan dengan pohon kalpataru atau pohon pengharapan. Dapat pula disebut bukit atau gunung yang melambangkan sumber hidup dan penghidupan. 

Kalau kita melihat pagelaran wayang kulit pasti akan melihat gunungan, dan lebih sering disebut juga kayon. Dinamakan gunungan karena bentuknya mirip sepucuk gunung yang mencuat tinggi keatas. Adapun kita melihat gunungan yaitu pada saat pakeliran belum dimulai, gunungan ditancapkan tegak lurus di tengah kelir pada batang pisang bagian atas. Tetapi jika pakeliran telah dimulai maka gunungan ditancapkan pada simpingan bagian kanan dan kiri.
Gunungan terdapat pada setiap pagelaran wayang, misalnya: wayang purwa, wayang gedog, wayang krucil, wayang golek, wayang suluh dan sebagainya. Tetapi gambar gunungan kalau kita lihat juga banyak dijadikan simbol, atau suatu lambang. Contoh: Dalam lingkungan hidup atau sering disebut Kalpataru, digambarkan lambang sebuah kayon. Kalau kita membedakan jenis kayon atau gunungan itu ada dua macam yaitu: Kayon Gapuran dan Kayon Blumbangan.
Adapun ciri-ciri kayon gapuran adalah sebagai berikut: Bentuknya ramping. Lebih tinggi dari kayon blumbangan. Bagian bawah berlukiskan gapura. Samping kanan dan kiri dijaga dua raksasa kembar yaitu Cingkarabala dan Balaupata. Bagian belakang berlukiskan api merah membara.
Adapun ciri-ciri kayon blumbangan adalah sebagai berikut: Bentuknya gemuk. Lebih pendek dari keyon gapuran. Bagian bawah berlukiskan kolam dengan air yang jernih. Ditengah ada gambar ikan berhadap-hadapan ditengah kolam. Bagian belakang berlukiskan api berkobar merah membara biasanya juga ada lukisan kepala makara.
Untuk lebih jelasnya dapat kita melihat gambar kayon disamping kiri ini. Gunungan di dalam pegelaran wayang kulit mempunyai kegunaan yang penting sekali. Adapun guna kayon adalah sebagai berikut: Tanda dimulainya pentas pedalangan dengan dicabutnya kayon lalu diletakkan pada simpingan kanan dan kiri.
Tanda pergantian adegan/tempat. Contoh: Setelah adegan Astina akan diganti adegan Amarta biasanya diawali dengan memindahkan kayon atau memutar kayon lalu ditancapkan pada posisi semula.
Untuk menggambarkan suasana. Contoh: Suasana sedih dalam suatu adegan, kayon digerak-gerakkan diikuti ceritera dalang.
Untuk menggambarkan sesuatu yang tidak ada wayangnya. Contoh: Suatu ajian yang dikeluarkan dari badan tokoh wayang. Dewa tertinggi yang tidak ada wayangnya, misalnya Sang Hyang wenang dan sebagainya.
Menggambarkan air, api, dan angin. Contohari patet enem ke patet sanga di tandai dengan perubahan letak kayon. Misalnya dari kayon condong kekiri dirubah gerak tegak lurus.
Tanda berakhirnya pentas pakeliran yaitu dengan menancapkan kayon ditengah-tengah.
Gambar kayon didalamnya berlukiskan: Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga. Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng. Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon. Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya. Gambar macan berhadapan dengan banteng. Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan. Dua kepala makara ditengah pohon. Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon. Dua ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon.
Jadi kesimpulannya gambar kayon didalamnya sudah melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya.

Gunungan / Kayon adalah lambang jagad besar dan cilik ada di dalam diri manusia.

Manusia(mikro) dan dunia (makro) tidak dapat di pisahkan. Dilukiskan
kesatuan antara kelir (beserta dengan gamelan sebagai makro) dan wayang
( beserta dalang sebagai Mikro). Tidak mungkin disebut wayangan apabila
kelir/dunia tanpa wayang./manusia. Demikian juga sebaliknya.

Sebelum pagelaran wayang di mulai , gunungan ini diletakkan di tengah
layar yang mempunyai nilai magis.
Gunungan bisa diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau sukma, sedang
bentuknya yang segitiga mengandung arti bahwa manusia terdiri dari unsur
cipta, rasa dan karsa. Sedangkan lambang gambar segi empat lambang
sedulur papat dari anasir tanah, api , air, udara. Di dalam gunungan
terdapat 4 lukisan hewan .
- Banteng : lambang ROh , anasir tanah , dengan sifat kekuatan
nafsu Aluamah
- Harimau : lambang Roh , anasir api dengan sifat kekuatan nafsu amarah
- Naga : lambang Roh , anasir air dengan sifat kekuatan nafsu sufiah
- Burung Garuda : lambang Roh , anasir udara dengan sifat kekuatan
nafsu Muthmainah.


versi lainnya;
Gunungan di tancapkan di tengah kelir sebelum pertunjukkan di mulai.
Gunungan / kayon.ini melambangkan bahwa awal mulanya belum ada
kelahiran, sedang yang ada pertama hanya “kayu” = hidup ( sebelum bapak
Adam lahir ke dunia ) . Gunungan di tarik ke bawah : penjelmaan zat yang
pertama/gesang tumitis. Berhenti 3 X sebagai lambang dari adanya tiga
tataran pembukaan tata mahligai : di kepala/cipta, di dada/rasa, dan di
bagian bawah perut/karsa. Setelah gunungan itu tidak berada di tengah
tengah kelir maka barulah ada gerak yang berarti bahwa ada kehidupan :
bayi akan lahir.

No comments:

Post a Comment